Puthu Lanang yang Legendaris
Hujan rajin menyapa kita Malang sejak awal Februari. Ini membuat beberapa tempat makan tidak begitu ramai, berlainan dengan hari-hari biasanya. Ketika melihat antrian pembeli putu masih satu dua, aku pun singgah. Jarang-jarang ada kesempatan seperti ini. Biasanya antrian begitu panjang meski era pandemi seperti ini.
Putu Celaket karena lokasinya ada di sekitaran daerah yang disebut Celaket di Malang. Di kawasan ini memang menggunakan nama-nama tempat wisata terkenal. Tak jauh dari Celaket, ada daerah bernama Kaliurang, Prigen, Sarangan, Ngantang, dan Tawangmangu.
Tapi rupanya nama aslinya adalah Puthu Lanang. Kenapa puthu lanang ya? Apa ada puthu wadon? Oh rupanya nama 'lanang' hanya sebagai pembeda karena biasanya nama puthu erat dengan nama puthu ayu.
Sejak aku kecil aku lekat dengan jajan pasar ini. Tanteku dulu suka sekali membelinya. Kadang-kadang aku diajaknya ikut. Kami berjalan kaki dari rumah selepas Maghrib. Dan biasanya sudah ada antrian dan kami pun dengan sabar menanti.
Kata ibuku, jajan tradisional ini sudah ada sejak nenekku masih kecil. Hemmmm memang benar sih soalnya kubaca dari papan-papan yang dipajang di dinding lapak mereka yang sederhana ada tulisan didirikan tahun 1935. Wow sudah termasuk kuliner legendaris.
Selain menjual kue puthu yang terbuat dari parutan kelapa, tepung beras, dan gula merah, juga ada kawan-kawannya. Ada cenil dari tapioka yang kenyal-kenyal, lupis dari ketan, kelepon dari tepung ketan dan gula merah. Pembeli bisa memilih per jenis atau campur. Per porsinya Rp 10 ribu.
Kuperhatikan ada empat staf laki-laki dan seorang ibu yang melayani pembeli. Dua staf urusan puthu, satu urusan lupis, si ibu yang kebagian menata dan membungkus, kemudian ada satu staf lagi urusan menaruhnya di kantong dan membayar. Puthunya fresh dimasak di depan pembeli sehingga masih hangat. Ibunya menggunakan sarung tangan plastik sehingga higienis.
Ketika aku sudah mendapat antrian, aku pun memesan lima bungkus karena jarang-jarang ke sini dan mumpung tidak begitu antri. Eh selepas aku membayar, pembeli sudah ramai berdatangan. Asyik rejeki nih.
Rp 10 ribu selintas nampak mahal untuk ukuran jajan pasar. Tapi jangan salah porsinya besar dan bikin kenyang. Satu porsi bisa disantap untuk 2-3 orang.
Nah ketika membuka kertas cokelat dan daun pisang ini, tampilannya memang menggiurkan. Kelapa muda dan gula merahnya tidak pelit. Mereka menyelimuti puthu dan kawan-kawannya.
Warna-warnanya indah dan semarak tapi tidak mencolok. Puthu putih, lupis kehijauan, cenil merah muda, dan klepon hijau pupus. Mereka disatukan dengan kelapa parut dan gula merah.
Puthu kusantap, berikutnya lupis, cenil dan favoritku, klepon. Enak...enak...enak.
Komentar
Posting Komentar